TIMES BEKASI, MALANG – Layang-layang adalah salah satu permainan tradisional yang diwariskan nenek moyang kita sebagai sarana penghilang penat. Namun siapa sangka bahwa permainan musiman ini memiliki peluang usaha yang besar bila diamati dengan teliti.
Terdengar sederhana, tapi dari permainan tradisional ini bisa mengais omset jutaan rupiah per hari. Hal inilah yang dialami oleh Ineke, seorang pelaku usaha layang-layang asal Malang yang telah menekuni bisnis ini sejak 2009.
Kisahnya bermula dari hobi sang suami yang gemar bermain layang-layang. Ketertarikan itu akhirnya menginspirasi Ineke untuk mencoba menjual layang-layang.
“Awalnya saya cuman membeli satu kresek berisi 50 buah layang-layang kecil seharga Rp20.000, saya jual di tempat orang-orang main layang-layang,” ujarnya.
Hanya menjual layang layang ketika memulai bisnis, namun setelah ia amati, ada peluang menambah variasi dagangan berupa benang. “Dulu saya belum jual benang, tapi karena banyak yang tanya akhirnya saya coba jual juga,” katanya.
Dari situ ia mulai memahami pola pembelian konsumennya. Ternyata, satu orang bisa membeli beberapa benang sekaligus, baik anak-anak maupun orang dewasa. Celah inilah yang dimanfaatkannya untuk mengembangkan usaha.
Produk Ringan, Omset Jutaan
Bisnis layang-layang memang bersifat musiman. Namun saat musimnya tiba, pendapatannya bisa sangat besar dalam skala mainan tradisional.
Dalam satu hari, Ineke mengaku bisa meraup antara Rp3 juta hingga Rp5 juta. Namun Ineke menekankan bahwa angka ini tidak bisa dijadikan patokan tetap serta perputaran uang yang cepat untuk mengisi ulang amunisinya.
“Layang-layang itu musiman. Bisa saja tahun ini ramai, tapi tahun depan sepi. Tahun kemarin laku satu layang-layang saja sudah Alhamdulillah,” jelasnya.
Meski demikian, saat musim sedang ramai, hampir seluruh energi dicurahkan untuk restock barang, terutama layang-layang dan benang.
“Kalau sudah musim seperti sekarang saya tidak boleh ke mana mana, saya harus fokus mengatur stok barang saya,” tegasnya.
Memang, karena perputaran uang yang cepat Ineke tidak bisa menikmati buah yang ia tanam secara langsung, namun setelah musim layang layang selesai ia mengaku bisa membeli perlengkapan rumah seperti laptop dan mesin cuci.
Faktor Penentu Musim
Musim layang-layang biasanya terjadi saat libur sekolah dan musim kemarau. Cuaca cerah sangat mendukung aktivitas anak-anak yang senang bermain di luar rumah. Tapi ternyata, bukan hanya anak-anak, banyak juga orang dewasa yang ikut bermain.
Sayangnya, musim layang-layang tidak bisa diprediksi secara pasti. Bisa saja satu tahun ramai, tahun berikutnya justru sepi. Faktor cuaca juga sangat memengaruhi keberlangsungan usaha ini.
Selain itu kondisi geografis juga tak kalah penting - kepadatan penduduk kota Malang membuat terbatasnya lahan kosong yang digunakan sebagai arena bermain layang layang.
“Kalau di Malang, yang ramai itu layang-layang yang buat sambitan (layang-layang kecil) soalnya tempatnya ngga terlalu luas,” Kata Ineke.
Selain layang-layang kecil yang digunakan untuk sambitan atau pertarungan, ia juga menjual layang-layang hias berbentuk seperti ikan, perahu, dan lain lain. Harganya tentu bervariasi, mulai dari Rp1.500 hingga Rp25.000, tergantung jenis dan bentuknya.
Kreativitas dalam memilih model dan teknik pembuatan juga mempengaruhi daya tarik. “layang-layang dengan kualitas terbaik itu berasal dari Bandung, kalau yang di Malang paling bagus di Gondanglegi,” ujarnya.
Bisnis layang-layang bukan hanya soal keuntungan, tetapi juga bagian dari menjaga tradisi permainan rakyat Indonesia. Ketika dunia digital terus merayap masuk ke kehidupan anak-anak, keberadaan layang-layang justru menghadirkan ruang nostalgia sekaligus peluang usaha.
Apa yang dilakukan oleh Ineke menunjukkan bahwa dengan kemauan, kejelian melihat peluang, dan konsistensi, bahkan hobi sederhana seperti bermain layang-layang pun bisa berkembang menjadi usaha yang menghidupi. (*)
Pewarta: Hilmi Amirul Huda
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Peluang Bisnis Layang-layang, Usaha Musiman yang Tak Terhempas Oleh Angin
Pewarta | : TIMES Magang 2025 |
Editor | : Ronny Wicaksono |